Manuskrip yang Ditemukan di Accra: Sang Guru Misterius dan Kata-kata Bijak






Saya tidak ingin mengatakan bahwa buku Manuskrip yang Ditemukan di Accra ini luar biasa. Pun, saya tidak ingin bilang bahwa buku ini biasa saja. Akan tetapi, kalau dilihat dari segi bahasanya, buku ini punya bahasa yang sederhana. Seakan anda bisa meresapi maknanya seketika. Meski ia meninggalkan alpa saking sederhananya. Namun, satu hal yang pasti, menurut saya, bahwa buku ini meninggalkan kesan yang tak biasa.
Memang benar, untuk menemukan makna hidup kita mesti banyak berjalan dan meresapi makna dari perjalanan itu. Artinya, bukanlah perjalanan sia-sia yang hanya meninggalkan lelah dan umur yang kian menua. Dan ada saatnya kita membatalkan niat untuk terus mengembara dan akhirnya memutuskan untuk tinggal. Hidup terkadang memang aneh dan tidak bisa diprediksi. Sehingga kita pun bisa belajar dari ‘orang aneh’ yang menetap tersebut. Seperti yang dilakukan --orang-orang menyebutnya-- ‘sang guru’ misterius yang, akhirnya, menceritakan dan menjawab sejumlah pertanyaan perihal kehidupan: cinta, keindahan, tekad untuk berubah, bepergian, kesendirian, dan kesetiaan; tentang pertanyaan dan renungan akan rasa takut, musuh, kekalahan, perjuangan, kebijaksanaan dan masa depan. Hal ini diceritakan pada saat-saat di mana semua orang berkumpul untuk mendengarkan ceramah ‘orang  bijak’ dengan seksama, setelah mereka terkepung dan menunggu untuk diserang oleh sekelompok pasukan di sebuah kota bernama Yerusalem.
“Aku takut akan perubahan”, ujar salah seorang di sana. Dengan helaan beberapa napas, sang Guru menjawab, “perubahan membantu kita untuk mencintai misterinya”. Dan bagi mereka yang percaya bahwa petualangan itu berbahaya, sang guru akan mengatakan: “jalani saja rutinitasmu. Itu kan membunuhmu jauh lebih cepat”.
Lalu, seseorang yang lain berkata, “ kini, menjelang akhir hayatku, kuwariskan pada mereka yang datang kemudian, semua yang kupelajari saat masih berjalan di muka bumi. Semoga mereka bisa mendapatkan manfaat darinya.”
“Sayangnya, itu tidak benar. Umurku baru dua puluh satu,……” Paulo Coelho membuka ‘ceramahnya’ dengan menjawab demikian. Hal ini bisa anda lihat pada halaman 17. Kalimat-kalimat pertanyaan yang, terkadang, hinggap di benak kita bahwa kita harus hidup lebih bermakna. Dan kita sibuk memikirkan hari esok. Maka, sang guru bilang, “ tak satu pun dari kita tahu, apa yang akan terjadi esok, sebab setiap hari kita memiliki saaat-saat baik dan buruknya sendiri. Maka, saat kalian bertanya nanti, lupakan pasukan-pasukan di luar itu dan rasa takut kalian sendiri. Bukan tugas kita meninggalkan catatantentang peristiwa yang terjadi pada tanggal ini, bagi mereka yang kelak mewarisi bumi; biarlah sejarah yang mencatatnya. Karenanya, marilah kita bicara tentang hidup sehari-hari, tentang kesulitan-kesulitan yang harus kita hadapi. Sebab itulah yang menarik minat masa depan, dan aku yakin tidak banyak yang akan berubah dalam seribu tahun ke depan.” (hal.22)
Anda boleh tidak setuju dengan apa yang Coelho katakan. Toh, ini merupakan sebuah renungan yang dituliskan dalam bentuk buku. Namun demikian, alangkah kurang eloknya jika kita buang begitu saja. Sejumlah pertanyaan yang dilemparkan orang-orang kepada ‘sang guru’ patut kita tanyakan kembali kepada diri kita masing-masing. Apakah benar demikian atau hanya sebuah ilusi belaka. Buku yang diterbitkan oleh Gramedia pada awal tahun 2014 dengan 208 halaman ini adalah buku terjemahan dari edisi aslinya yang berjudul “Manuscript Found in Accra” dan terbit pada tahun 2012 lalu.  Sekadar diketahui, Coelho adalah penulis inspiratif yang membawa “pesan damai” ini terkenal dengan bukunya “The Alchemist” atau "O Alquimista" dalam bahasa spanyol.
Lantas, apakah kesuksesan itu? “Kesuksesan adalah bisa pergi tidur setiap malam dengan jiwa yang damai.” Kata Coelho (hal. 140).
Sengaja saya hadirkan sejumlah ungkapan asli yang terdapat dalam buku ini agar anda dapat lebih dekat dengannya. Untuk tahu rasanya ‘sebuah kedekatan’ itu seperti apa, ya anda mesti membacanya sendiri.
Akhirnya, saya harus mengakui bahwa Coelho dengan karyanya yang apik ‘berhasil’ membawa anda kembali ke sebuah perenungan akan arti hidup dan pertanyaan-pertanyaan sehari-hari yang menggelisahkan. Dan itu akan menunjukkan siapa diri kita sebenarnya.
Celakanya, saking sederhanaya bahasa yang digunakan dengan analogi-analogi yang mudah dipahami dalam buku ini, membuat saya berhenti sejenak untuk melanjutkan membaca ke halaman berikutnya. Saya seolah-olah berada dalam sebuah ruang renung dan waktu hening, ‘mengiyakan atau menidakkan’ apa yang dibilang. Bahkan, kerap saya mengulang membacanya untuk mendapatkan kedalaman makna di dalam bait kata-katanya. “Menyentuh”, kata teman saya ketika saya bacakan beberapa kalimat di sana. Inilah salah satu alasan kenapa saya tak kuasa menahan untuk terus membuka lembaran-lembaran lain dan menghabiskan sesegera mungkin dan menyingkap ‘misteri’ di dalam buku ini hingga tamat.
Cobalah! Cobalah membaca buku ini! Siapa tahu pertanyaan yang belum sempat terjawab kemarin akan terjawab hari ini. Menjawab “ada apa dengan kekalahan? Kenapa kita mesti takut kalah (lagi). Padahal esok bisa jadi kita menang dan membayar kekalahan sebelumnya. Atau mungkin kalah lagi, dan menemukan bahwa (sebenarnya) kita bukanlah pengecut yang takut meski hanya untuk berdiri tegak. “Celakalah orang-orang yang tidak pernah mengalami kekalahan! Sebab mereka tidak akan pernah menjadi pemenang dalam hidup ini” (hal. 36).
Atau mungkin kita takut akan rasa takut itu sendiri, tentang harapan dan masa depan, yang akhirnya harus kita akui bahwa itu berasal dari pengetahuan-pengetahuan kita sebelumnya serta pikiran-pikiran dan keyakinan di dalam diri kita, bukan dari kesulitan sebenarnya yang di berada sekeliling kita. Ya alam pikiran. Bahkan, mungkin, untuk menemukan makna kata sederhana. Sesederhana kata ‘cinta’ yang hanya sebuah kata, sampai kita biarkan cinta itu menguasai kita dengan segenap dayanya. “Dan ia hanya sepatah kata, sampai seseorang datang dan memberinya makna”. (hal.89-90).
Jangan menyerah! Ingatlah, kunci yang bisa membuka pintu selalu kunci terakhir dalam rangkaiannya. Hanya orang yang mampu menghormati setiap langkahnya bisa memahami kelayakan dirinya sendiri.
Semoga bermanfaat! :D
Share on Google Plus

About Lintasanpenaku

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

2 comments :